oleh: Sigit Setyawan
Jamuran..jamuran..ya ge ge thok…jamur apa ya ge ge thok..jamur payung, ngrembuyung kaya lembayung..sira badhe jamur apa? Kalimat sepintas merupakan syair dolanan anak jamuran yang dulu sering terdengar di masyarakat pedesaan atau juga perkotaan pada waktu sore hari terlebih saat padang bulan. Jamuran, salah satu dari sekian banyak dolanan anak tradisional yang pernah eksis di masyarakat, terutama masyarakat jawa di kalangan anak-anak. Namun sekarang jamuran tak lagi mudah dijumpai di kampung-kampung perkotaan. Jangankan di perkotaan, di desa-desa pun sudah hampir tidak ada lagi. Bukan hanya jamuran, dolanan anak tradisional lain seperti engklek, egrang, gobag sodor, gamparan, benthik, juga tidak eksis lagi seperti dulu. Kalaupun ada itu hanya segelintir saja, jumlahnya tidak besar sebagaimana dulu.
Kata Dolanan di ambil dari bahasa jawa yang dalam bahasa Indonesia berarti mainan atau bisa juga permainan. Akrab dengan istilah dolanan anak, karena dilakukan oleh kalangan anak-anak seumuran sekolah dasar sampai SMP. Dolanan anak di era sebelum tahun 90-an sangat eksis dalam masyarakat desa bahkan perkotaan. Karena waktu itu masih jarang permainan modern seperti game-game play station dan permainan modern di maal seperti saat ini. Di samping harga untuk mendapatkan permainan modern tersebut mahal, juga masih sangat terbatas.
Di setiap daerah di Nusantara, hampir keseluruhannya terdapat dolanan tradisional anak. Ada yang permainannya sama satu daerah dengan daerah lain, hanya berbeda penamaan atau istilahnya saja. Misalkan di Jawa Tengah dan DIY ada dolanan anak delikan, di daerah Jawa Barat juga ada dengan nama susumputan. Dolanan tradisional anak di masing-masing daerah memiliki kekhasan tersendiri. Dolanan anak bisa dikatakan sebagai hasil budaya lokal Indonesia. Nilai-nilai budaya luhur dalam dolanan anak tampak dari kebersamaan antar sesama, kedekatan dengan lingkungan alam, dan kreatifitas yang luar biasa biarpun dengan segala keterbatasan.
Dolanan anak dilihat dari sisi pendidikan memuat beragam nilai edukasi bagi anak. Dolanan anak di daerah jawa katakanlah, apabila dikatagorisasikan maka dapat dibedakan pertama bermain dengan bunyi atau nyanyian, kedua bermain dengan adu ketangkasan dan ketepatan, serta ketiga bermain dengan mengolah pikiran. Dimana ketiga hal tersebut mampu memberikan stimulus pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bermain dengan bunyi, contohnya seperti yang ada dalam dolanan cublak-cublak suweng dan jamuran. Dalam permainan tersebut semua anak merasakan keasyikan dalam bermain. Hal ini senada dengan konsep belajar yang menyenangkan (fun learning). Nyanyian dapat memberikan stimulus pada otak anak agar lebih fresh.
Bermain dengan adu ketangkasan, contohnya seperti boyboynan, jeg-jegan, nekeran, egrang,gamparan, dan masih banyak lagi. Biasanya permainan tersebut banyak dimainkan oleh anak laki-laki. Ada juga bentuk permainan adu ketangkasan yang dimainkan oleh anak perempuan, seperti yeye atau lompat tali. Permainan-permainan tersebut dapat membantu anak dalam menumbuhkan ketrampilan, kreativitas, dan kecekatan dalam bergerak. karena permainan tersebut banyak menggunakan gerakan secara fisik. Dalam konteks pembelajaran disebut dengan gaya kinestetik. Selanjutnya bermain dengan olah pikiran seperti dalam permainan bekelan dan dakonan. Permainan ini lebih banyak dimainkan oleh anak-anak perempuan. Permainan ini sarat akan ketepatan, kecermatan, dan hitungan matematis. Tidak menggunakan fisik namun banyak dengan mengolah pikiran.
Dalam aspek sosial, dolanan anak banyak memberikan pengaruh sikap pada anak dalam berkehidupan di masyarakat. Kita bisa melihat dari sejumlah dolanan anak yang ada, kebanyakan dilakukan secara bersama di lingkungan masyarakat. Disinilah nilai kebersamaan, kerukunan, dan saling memahami karakter itu ada. Kalah menang dalam permainan tidak mengurangi sedikitpun kebersamaan dan keakraban. Di sisi lain dolanan anak menyebabkan anak semakin dekat dengan lingkungan alam. Tercermin dalam pelaksanaan permainan yang membutuhkan areal halaman cukup luas dan berada di luar ruang. Juga peralatan bermain yang di ambilkan dari unsur alam. Misalkan dalam permainan dakonan menggunakan biji sawo kecik, permainan egrang menggunakan bambu, dan permainan gamparan yang menggunakan batu.
Secara ekonomi, dolanan tradisional anak dapat menghindarkan anak pada gaya hidup boros. Karena dalam dolanan anak kebanyakan tidak perlu mengeluarkan biaya, kalaupun ada itu sangat sedikit yang dikeluarkan. Dengan kesederhanaan dan keterbatasan yang tampak justru mendorong semangat berkreatifitas dalam diri anak. Anak dapat memanfaatkan unsur alam sebagai alat atau media bermainnya. Hal tersebut dilakukan dengan praktis dan mudah.
Jadi aspek kehidupan seperti pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya semuanya ada dalam dolanan tradisional anak. Hanya saja keberadaan dolanan anak kini sekedar kenangan bagi orang tua dan sekedar cerita orang tua kepada anak, tanpa anak dapat merasakan secara langsung seperti apa dolanan tersebut. Bahkan sebagian besar anak-anak sekarang tidak lagi mengenal sekian banyak dolanan tradisional anak yang pernah eksis dan populer di tempo dulu. Hampir punahnya dolanan anak ini diakibatkan pertama adalah arus perkembangan teknologi. Hasil cipta perkembangan teknologi membuat wahana bermain bagi anak serba modern dan elektrik. Game-game play station maupun game online di komputer yang kebanyakan hasil cipta budaya luar lebih memberikan tawaran saat ini. Sehingga banyak dijumpai anak lebih asyik bermain game di depan layar daripada bermain dolanan tradisional di pekarangan. Media bermain di pasar-pasar modern atau maal juga disuguhkan dengan daya tarik tersendiri sehingga membuat anak kepingin bermain disitu. Biaya yang dikeluarkan tidak menjadi persoalan asalkan si anak senang.
Meredupnya dolanan anak juga dipengaruhi dari tidak adanya pewarisan dari orang tua kepada anak. Anak tak lagi mendapatkan transfer nilai, pengetahuan, dan cara tentang dolanan tradisional anak dari para orang tua. Sempitnya lahan di setiap lingkungan juga sedikit banyak memberikan pengaruh. Padahal dolanan anak merupakan warisan budaya para leluhur kita. Maka pertanyaannya kedepan dolanan tradisional anak di Nusantara ini masih adakah tempat dan pelestariannya? Siapakah yang layak bertanggung jawab dalam melestarikan khasanah budaya bangsa berupa dolanan tradisional anak ini? Dalam konteks zaman modern seperti saat ini bukan berarti permainan modern lantas dilarang beredar dimasyarakat. Akan tetapi di tengah variasinya permainan modern bagaimana menjadikan dolanan tradisional anak tetap dikenal dan diminati oleh anak-anak sekarang.
Memberikan harapan pada eksistensi dolanan tradisional anak di era sekarang membutuhkan keseriusan peran para stake holder yang ada. Seperti yang pernah di lakukan oleh pemerintah dengan mengadakan festival dolanan anak, hanya saja hal itu perlu dilakukan bukan hanya sekali tetapi secara berkala. Sebagai cara untuk memperkenalkan bentuk dolanan tradisional pada anak. Di lingkungan sekolah, guru bisa berperan juga dalam mengenalkan dan memberikan ruang bagi anak-anak untuk melestarikan dolanan anak. Di lingkungan masyarakat orang tua berperan pula dalam melestarikan warisan budaya dolanan anak. Dilakukan dengan memberikan pengenalan, nilai yang terkandung, bahkan cara melakukannya. Sehingga masa depan dolanan anak tidak hanya menjadi dokumen tertulis dan foto yang tersimpan di museum, melainkan dapat terlestarikan di era perkembangan teknologi.
salam kenal..menarik membaca artikel saudara..teringat masa kecil..yang suka main “gobak sodor”. masukan sy adalah hidupkan kembali permainan2 tradisional ini melaui ajang perlombaan olhraga di kmpus, atau lembaga kemahasiswaan..
Maaf, Mas Sigit.
Spertinya lebih enak kalau tampilan tulisannya diganti aligment “full”, deh.
Trus, ada gambar barang satu atau dua.
Hanya usul sih.
http://ayip7miftah.wordpress.com/
sebagian besar malah saya gak tau, mas bro. maklum terlahir di kota. betul tu kata mas ayip. kalo ada gambarny mungkin lebih menarik.